Pentingnya Mencatat dalam Majelis Ilmu

Oleh: Meilina Widyawati

Sering kita mendengar kalimat “Ikatlah ilmu dengan menulisnya”. Kalimat mulia ini adalah sabda Rasulullah Muhammad (SAW). Dari ‘Abdullah bin ‘Amr (RA) dan Anas bin Malik (RA), Rasulullah (SAW) bersabda:

“Ikatlah ilmu dengan dengan menulisnya” (dalam redaksi yang lain: “jagalah ilmu dengan menulisnya”). Qayyidul ‘ilma berarti kuatkan, hafalkan dan jaga jangan sampai lepas.

Hadist ini penting untuk kita amalkan dalam majelis ilmu, sebab di antara adab majelis imu adalah mencatat ilmu yang didapat. Mengapa mencatat penting dan bermanfat?

Pentingnya Mencatat dalam Islam: 1. Perintah Allah dalam Al-Qur’an:

QS Al-Alaq: 4

ٱَّلِذىعََّلمَ ِبَٱْلقَلِمَ

Artinya: “Yang telah mengajarkan dengan pena.”

Selain perintah agar kita “membaca” tanda-tanda kebesaran-Nya, Allah juga mengajarkan manusia menulis dengan perantaraan pena atau alat tulis lain. Dengan dijadikan dua hal ini sebagai perintah dalam ayat-ayat pertama yang diturunkan, Islam menekankan pentingnya aktivitas membaca dan menulis bagi muslimin.

QS Al Baqarah: 282

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”

Allah SWT Maha Mengetahui bahwa manusia punya keterbatasan akal dan pikiran untuk mengingat, sehingga Allah SWT memerintahkan agar kita mencatat. Bisa kita bayangkan seandainya 2 orang yang berhutang-piutang menjadi berselisih hanya karena masing-masing punya daya ingat yang berbeda tentang transaksi mereka, atau malah mungkin lupa dengan hutangnya piutangnya. Dengan adanya catatan yang diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak, in syaa Allah perselisihan bisa dicegah.

2. Hadist Rasul

Dari Abu Hurairah (RA) berkata: Rasulullah (SAW) bersabda: "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya." (HR Muslim). Ilmu yang bermanfaat di sini bisa berarti ilmu yang diajarkan, baik itu melalui lisan ataupun tulisan.

3. Ajaran Rasul dalam Pengumpulan dan Penulisan Al-Qur’an

Dari Shirah Nabawi kita belajar tentang sejarah pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi; baik itu pengumpulan dalam konteks hafalan (hafadzahu) ataupun dalam konteks penulisan (kitabuhu kullihi). Ketika wahyu turun, Rasulullah (SAW) memerintahkan para sahabatnya untuk menghapal dan menuliskan. Penulisan Al-Qur’an masa itu masih tersebar di antara para sahabat, dan urutannya tidak sesuai nuzulnya. Setiap ayat dituliskan di tempat penulisan yang sesuai dengan instruksi Nabi (SAW) atas petunjuk Allah SWT.

  1. Teladan Khulafaur Rasyidin dalam pengumpulan, penulisan dan pembukuan Al-Qur’an

    Dikarenakan gugurnya 70 orang penghafal Qur’an dalam perang Yamamah untuk memerangi orang-orang Islam yang murtad, Umar (RA) mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar (RA) untuk mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an karena khawatir musnah. Setelah melalui proses yang cukup panjang dan atas ijin Allah Ta’ala, akhirnya terwujudlah mushaf Al-Qur’an beserta salinannya pada masa khalifah Ustman (RA).

  2. Kisah Pengumpulan dan Pencatatan Hadist

    Melalui kitab-kitab hadist yang ditulis oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Da’ud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad An-Nasa’i dan Imam Ibnu Majah, generasi-generai setelah tabi’un tabi’in mengetahui dan mempelajari bagaimana Rasulullah (SAW) mengajarkan Islam melalui perkataan dan perbuatan beliau; padahal para penulis hadist tersebut hidup di masa ratusan tahun setelah hijrah (contoh: Imam Bukhari lahir pada tahun 194 H, Imam Ibnu Majah lahir pada tahun 209 H).

    Untuk menuliskan sebuah hadist, para penulis tersebut melakukan perjalanan dengan mendatangi para perawinya, termasuk ke wilayah/negara lain. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk mengumpulkan dan mencatat hadist, hingga terkumpul sebanyak ribuan bahkan puluhan ribu. Tanpa ikhtiar mereka untuk melakukan perjalanan, menemui para perawi, mengumpulkan, menyeleksi kesahihannya, dan kemudian menuliskan, mungkin kita tidak berkesempatan mendapatkan ajaran Rasulullah (SAW) seperti saat ini.

  3. Kisah Ulama-Ulama Penulis Kitab

    Dari kisah-kisah ulama terdahulu seperti Imam Syafi’i, Ibnu Jarir At Thabari, Imam Nawawi dan lain-lainnya, kita mengetahui bagaimana mereka sibuk menulis kitab di sepanjang hayat mereka.

    • Imam Syafi'i (wafat pada tahun 204 H) membagi waktunya setiap malam menjadi tiga bagian: sepertiga yang pertama menulis buku, sepertiga yang kedua untuk shalat tahajjud, dan sepertiga yang ketiga untuk beristirahat.

    • Ibnu Jarir At Thabari (wafat pada usia 86 tahun, pada tahun 310 H) mewariskan karya ilmiahnya dalam berbagai disiplin ilmu keislaman: tafsir, tarikh, fikih dan lainnya sebanyak kurang lebih 351,000 halaman.

    • Imam Nawawi (wafat pada tahun 676 H), yang mewariskan karya-karya ilmiah yang sangat penting dalam setiap disiplin ilmu ke-Islam-an, mengisahkan ikhtiarnya dalam menulis karya-karya itu: "Aku makan hanya sekali sehari, setelah shalat Isya. Minum sekali di waktu sahur". Muridnya bertanya tentang jadwal tidurnya, beliau menjawab, "Aku tidur bila mata sudah tidak dapat ditahan, aku menyandarkan kepala ke tumpukan buku-buku, beberapa saat kemudian terjaga dan meneruskan tulisan" (Ibnu Syuhbah, Tabaqatussyafiiyyin). Beliau bahkan belum sempat menikah hingga wafat, karena mendedikasikan waktunya untuk menulis kitab.

Manfaat dari mencatat:

  1. Mendapatkan Kemudahan, Keberkahan dan Keutamaan

    Dari Abu Darda, Rasulullah (SAW) bersabda, "Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Orang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi sampai ikan di air. Keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Para ulama itu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham. Yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Siapa yang mengambil ilmu itu, maka telah mendapatkan bagian yang paling banyak."

    Aktivitas menyimak dan mencatat adalah termasuk adab dari menuntut ilmu. Mengajarkan kebaikan dapat dilakukan dengan lisan ataupun tulisan.

  2. Mencegah Lupa

    Dengan mencatat ilmu dalam majelis, kita berusaha merangkum apa yang didengar sehingga terhindar dari lupa, sebab daya ingat manusia lemah dan terbatas.

  3. Mengikat/menjaga ilmu

    Aktivitas mencatat membuat kita menjadi lebih fokus dalam majelis ilmu; tak mudah ter-distracted dengan hal-hal lain (misal HP) dan membuat ingatan lebih kokoh. Ingatan yang kokoh terhadap ilmu akan menjadi dasar amalan, ataupun menjadi bahan pengajaran, sehingga kita mendapat keberkahan dari ilmu tersebut di dunia dan akhirat, in syaa Allah.

  4. Menyimpan/mengabadikan Ilmu

    Ilmu yang kita dapatkan dalam majelis lambat laun akan lenyap dikarenakan waktu, kemampuan otak manusia, usia, atau karena peristiwa lainnya. Dengan mencatat, berarti kita menyimpan ilmu tersebut relatif lebih lama (lasts longer) yang bisa dilihat, dibaca dan dipelajari lagi sewaktu-waktu.

  5. Mewariskan Ilmu

    Sepertinya halnya harta, ilmu pun bisa diwariskan. Tetapi berbeda dengan harta, ilmu adalah warisan yang tak lekang oleh waktu. Hal ini dibuktikan dengan penulisan hadist dan kitab-kitab oleh ulama-ulama terdahulu.

  6. Mengembangkan/menyebarkan Pengetahuan

    Sejarah mencatat berkat ilmu pengetahuan yang ditemukan, diteliti dan ditulis oleh ilmuwan-ilmuwan muslim, maka dunia barat yang sebelumnya mengalami masa kegelapan, akhirnya memasuki masa Renaissance (pembaharuan/kelahiran kembali peradaban) pada abad ke 14-17.

  7. Memperpanjang Umur Manfaat vs Umur Biologis

    Umur biologis manusia saat ini rata-rata 60 tahun. Selain melalui shadaqah jariyah dan anak shaleh, kita bisa memperpanjang umur manfaat kita melalui tulisan berupa ilmu yang bermanfaat, seperti yang dicontohkan oleh para Imam penulis hadist dan para ulama penulis kitab. Ilmu yang mereka tulis kemanfaatannya jauh melampaui umur biologis mereka, bahkan hingga ribuan tahun setelah mereka wafat.

Alhamdulillah, in syaa Allah banyak manfaat yang kita dapatkan dari mencatat ilmu dalam kajian. Dengan mencatat, berarti kita berikhtiar menaati perintah Allah Ta’ala, meneladani shirah Nabi dan mencontoh kisah- kisah ulama terdahulu. Semoga barakah. []

Dirangkum dari berbagai sumber. (Tulisan ini telah diedit dari kultum yang dibacakan pada halaqah Az Zahra, September 2022).

Sampaikan Kami ke Bulan Ramadhan

Bagaimana jika dikabarkan bahwa akan ada tamu istimewa yang berkunjung ke rumah kita? Tentu kita akan bersuka cita menerima kedatangannya, mempersiapkan penyambutan untuknya, memasakkan makanan-makanan lezat, memastikan rumah kita rapi dan teratur, menyiapkan anak-anak agar bersikap baik dan sopan kepadanya, memuliakannya, membuatnya betah di rumah kita, dan berbagai hal yang pada intinya memberinya sambutan kita yang terbaik. Terlebih, jika tamu istimewa tersebut membawa bingkisan berupa hadiah mahal yang kita inginkan sejak lama. Tentunya kita akan sangat mengharap kedatangannya, sekaligus akan mencemaskan bila semisal kita terhalang untuk bertemu dengannya. 

Saudariku yang dirahmati Allah SWT,

Kurang dari sebulan lagi, in syaa Allah kita akan mendapat kunjungan tamu istimewa: bulan Ramadhan 1445H, bulan istimewa yang di dalamnya Allah turunkan Al-Qur’an, petunjuk hidup kita agar selamat di dunia dan akhirat; bulan yang di dalam sepuluh hari terakhirnya memiliki malam istimewa, lailatul qadar, yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah wajibkan atas orang-orang sebelum kita untuk berpuasa, agar menjadi orang yang bertaqwa, mendapat ampunan dan pahala yang besar dari-Nya; bulan dimana dikabulkannya doa-doa, dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka; bulan mulia yang penuh berkah, rahmat dan ampunan Allah SWT pada siang dan malamnya, yang semua amal ibadah akan dilipatgandakan balasannya. Sungguh, ini adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh muslimin di segala penjuru.

Kurang dari sebulan lagi, saudariku,

Mari kita tanyakan kepada diri: apakah kita benar-benar merindukan dan menunggu-nunggunya? Sudahkah kita persiapkan diri dan keluarga kita untuk menyambutnya? Amalan terbaik apa yang akan kita lakukan untuk mengisinya? Dan, apakah Allah masih akan memberi kita umur dan kesempatan hingga bulan depan, untuk bertemu lagi dengan Ramadhan..? 

“Allaahumma ballighna Ramadhan.” Ya Allah, sampaikan kami ke bulan Ramadhan. []

Melindungi Diri dari Sifat Ima’ah

Dari Kajian Ustadz Abdullah Haidir, Lc.

Imma’ah berasal dari kata ma’a (bersama), yang berarti: sikap dimana orang tidak punya prinsip, dan hanya ikut kesana kemari sesuai dengan pandangan/nilai yang berlaku. Kata lain yang sesuai adalah latah atau mencla mencle (Bahasa Jawa). Sikap ini sangat tidak dibenarkan dalam Islam. Rasulullah (Saw) bersabda: “Jangan kalian menjadi imma’ah! Kalian mengatakan: ‘Jika manusia berbuat baik, kami pun akan berbuat baik; jika mereka berbuat kezaliman, kami juga akan berbuat zalim.’ Akan tetapi, kokohkan diri kalian. Jika manusia berbuat baik, kalian juga berbuat baik, jika mereka berbuat buruk, maka jangan kalian berbuat zalim.” (HR Tirmidzi, hadist hasan).

Dalam Qur’an (QS. An-Nisa: 143) disebutkan tentang karakter Muzabzab: “Mereka dalam keadaan ragu antara yang demikian (iman atau kafir), tidak termasuk kepada golongan ini (orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang kafir). Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka kamu tidak akan mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk baginya.” Ayat ini menerangkan tentang sikap ragu-ragu dan tidak punya prinsip, sehingga juga termasuk dalam kategori Imma’ah.

Pembahasan masalah imma’ah berkaitan dengan masalah yang tegas/terang kedudukannya, yaitu masalah pokok/dasar agama, dan yang sudah yang jelas panduan/dalilnya, serta berdasar kesepakatan ulama; bukan masalah yang masih samar atau yang memiliki berbagai sudut pandang. Misal dalam hal aqidah dan syari’at, maka kokohkan sikap kita, ambil sikap, berpihaklah, jadilah pembela; dan jangan imma’ah alias ikut sana-sini. Tetapi dalam perkara-perkara cabang dan bukan yang prinsip, hendaknya kita membuka ruang sesuai kondisi terhadap pandangan-pandangan yang berbeda.

Gambaran keteguhan atas prinsip diajarkan oleh Rasulullah (Saw) sewaktu diminta oleh kaum Qurays untuk berhenti berdakwah dengan imbalan/iming-iming yang sangat besar. Beliau bersabda: “Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah Yang akan membuktikan kemenangan itu di tanganku atau aku binasa karenanya.”

Juga keteguhan mantan para penyihir yang telah beriman di hadapan Fir’aun, seperti dikisahkan dalam QS. Taha: 71-73. Fir’aun marah karena mereka beriman kepada Tuhannya Nabi Musa tanpa ijinnya, dan ia mengancam akan menyiksa mereka, namun mereka tetap teguh beriman.

Juga kisah-kisah lain tentang keteguhan berprinsip, seperti dalam kisah Ashabul ukhdud, kisah Bilal, kisah Abu Bakar tentang Isra’ Mi’raj, kisah Saad bin Abi Waqas, kisah Omar Mukhtar, dll.

Selain berarti tidak berprinsip terhadap hal-hal yang pokok, imma’ah juga berarti tanda kemunafikan (QS. Al-Baqarah: 14): “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata: “Kami telah beriman”. Tetapi apabila mereka kembali pada setan-setan (para pemimpin) mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya berolok-olok.” Semoga kita dijauhkan dari sifat munafik yang tercela.

Imma’ah terjadi bukan tanpa sebab. Di antara sebab-sebab Imma’ah adalah: lemahnya keyakinan, berorientasi pada syahwat, lemah pemahaman, tidak kontinyu dalam pembinaaan, terpedaya dengan nilai materialisme. Bagaimana agar kita tidak memiliki penyakit imma’ah? Perkuat keyakinan kepada Allah SWT dan ajarannya, hendaknya kita berorientasi pada akhirat, tingkatkan pemahaman, terus membina diri dan memahami hakekat dunia yang fana.[]

MUSLIMAH: SEMAKIN BERUMUR, SEMAKIN BERCAHAYA

Dari Kajian

Ustadzah Herlini Amran


Usia bukan jaminan dan tolok ukur kedewasaan seseorang. Menurut tinjauan Al-Qur’an dan As-sunnah, orang yang bisa menyandang kedewasaan adalah yang hidupnya taat, dan mampu mengimplementasikan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman dalam QS Al-Hujurat 13: “Sebaik2 manusia adalah yang bertaqwa.” Dengan demikian taqwa dalam makna luas dapat dijadikan sebagai tolok ukur kedewasaan seseorang. 

Menurut Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, klasifikasi usia manusia dikategorikan menjadi: 1) Aulad (lahir hingga akil baligh); 2) Syabab (akil baliqh hingga 40 tahun); 3) Kuhul (40-60 tahun); dan 4) Syuyukh (di atas 60 tahun). Dari Abu Hurairah (r.a.), Rosulullah (Saw) bersabda: “Umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (HR. Tirmidhi dan Ibnu Majah). 

Dari rentang usia manusia tersebut, usia 40 tahun adalah istimewa, sebab: 1) Disebutkan secara khusus di QS Al-Ahqaf 15; 2) Rasulullah Muhammad (Saw) diutus Allah menjadi Rasul di usia 40-an tahun; 3) Merupakan puncak kedewasaan seseorang dalam memahami hakekat kehidupan. Menurut Ibnu Katsir, ketika sesorang pada usia 40 tahun, maka sempurna akal, pemahaman dan kelemahlembutannya. Usia 40 tahun adalah kemapanan dan kestabilan psikologis manusia. Sebab itu Allah SWT mengutus para nabi & rasul di usia 40-an tahun. Bagi muslimin, keteladanan perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam mengajarkan kepada muslimin bahwa life begins at 40

Bagaimana agar kita menjadi dewasa (menurut koridor Al-Qur’an dan As-Sunnah) di usia 40 tahun? Hendaknya kita telah membiasakan umur kita dengan beramal shalih sebelum mencapai usia 40 tahun. Dan apa yang seharusnya kita lakukan di usia 40 tahun? 1) Sering-sering membaca doa di QS Al-Ahqaf 15; 2) Senantiasa bersyukur (dalam lisan/ucapan, hati dan anggota badan/perbuatan) atas nikmat Allah, termasuk iman dan nikmat Islam; 3) Mengingatkan kedua orangtua agar selalu mensyukuri nikmat Allah; 4) Memperbanyak amal shalih yang diridhoi Allah SWT; 5) Meluangkan waktu untuk keluarga; 6) Senantiasa taubat dan berserah diri kepada Allah SWT.[]

Prinsip Mindful Parenting dalam Mendampingi Anak Belajar Ibadah

Oleh: Ratih Arruum Listiyandini, M.Psi., Psikolog



Ramadhan sedang kita jalani. Salah satu yang bisa kita lakukan sebagai orang tua adalah mendampingi anak kita untuk turut berlatih dalam melaksanakan ibadah puasa dan juga lainnya di bulan Ramadhan. Oleh karena menerapkan penanaman nilai akan pentingnya ibadah itu tidak mudah, kita bisa mencoba menerapkan prinsip mindful parenting.

Jika diartikan, sederhananya mindful parenting adalah proses pengasuhan yang didasarkan kesadaran penuh orangtua mengenai dirinya sendiri dan juga anak yang diasuh. Dalam prosesnya, orangtua perlu untuk mendengarkan dengan penuh perhatian untuk memahami kebutuhan dan perasaan anak, memberikan penerimaan tanpa menghakimi, meregulasi diri dalam proses pengasuhan, sadar akan emosi yang dimiliki diri sendiri dan anak, serta menerapkan belas kasih terhadap diri sendiri dan anak.

Lalu, bagaimana cara menerapkan prinsip mindful parenting dalam konteks mendidik anak untuk beribadah (puasa, sholat, membaca Al-qur’an, dan lainnya)? 

  1. Menyelaraskan Tujuan Ibadah dengan Pola Pemahaman dan Kebutuhan Anak

Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada anak mengenai esensi tentang pentingnya ibadah yang dilakukan. Misalnya, anak bisa diajak berdiskusi sesuai dengan level perkembangannya, mengapa puasa itu diperlukan bagi seorang muslim. Kita juga perlu mendengarkan pendapat anak mengenai hal ini, dan menyesuaikan target ibadah yang kita berikan sesuai dengan kemampuan anak. Hal ini bisa dimulai dulu dengan target yang lebih sederhana dan tidak sulit, kemudian beralih menjadi yang lebih kompleks. Lebih baik lagi, jika anak bisa menyampaikan idenya sendiri mengenai seberapa lama dan seberapa banyak dia ingin melakukan ibadah yang ada. Reward akan keberhasilan yang dicapai juga bisa diberikan jika memang itu dibutuhkan. Sesuaikan hal ini dengan tahap perkembangan pada anak.

  1. Mengamati dan Menerima Kemajuan serta Perkembangan Anak tanpa Adanya Penghakiman

Setiap anak memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan waktunya masing-masing, termasuk pada saat belajar beribadah. Jadi, seandainya dalam prosesnya tidak secepat yang dibayangkan, maka kita perlu terus bersabar mendampinginya, dan memberikan semangat agar ia bisa menyelesaikan target-target ibadah yang sudah dirancang.

  1. Sadar Penuh dan Bersikap Welas Asih pada Diri Sendiri dan Anak

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, kita perlu bersikap welas asih pada diri sendiri dan juga anak kita. Akui jika anak merasa kesulitan, hargai usahanya, berikan pujian untuk kemampuannya. Hal ini juga berlaku bagi kita sebagai orangtua, karena seberapa kecil pun kemajuan anak terhadap kemampuannya dalam melaksanakan ibadah, itu juga adalah sebuah pencapaian bersama antara orangtua dan anak. Jangan lupa juga untuk berterima kasih dan merayakan keberhasilan yang sudah dicapai karena itu akan membentuk sebuah rasa mampu dan kompeten pada anak. 

Semoga Ramadhan tahun ini membawa kebaikan dan keberkahan untuk kita dan anak kita. Selamat beribadah di bulan Ramadhan.[]


Profil Penulis:


Sis Ratih Arruum Listiyandini adalah seorang psikolog klinis, dosen dan peneliti. Sis Arruum lulus program sarjana dan master dari Universitas Indonesia, dan kemudian mengabdi sebagai dosen di Universitas YARSI Jakarta. Saat ini sis Arruum bersama keluarganya tinggal di Australia untuk menyelesaikan studi doktor pada bidang psikologi klinis di School of Psychology, UNSW Sydney. Sis Arruum juga aktif melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat di berbagai komunitas. Jika ingin menghubungi, bisa melalui email di: ratih.arruum@gmail.com atau IG @ratiharruum.

BRUNCH IQRO SISTERHOOD

Setelah dibentuk di bulan Februari 2022 lalu, kepengurusan Sisterhood (SH) IQRO periode 2022–2024 di bawah pimpinan sis Nia Ulya mengadakan silaturahim dan rapat koordinasi umum, dalam format acara brunch (breakfast lunch) pada hari Senin, 21 Maret 2022 lalu.  Bertempat di restoran Rashays yang terletak di suburb Punchbowl NSW, acara yang dimulai sejak pukul 11am tersebut berlangsung santai dan meriah, Alhamdulillah. Sebanyak 9 orang pengurus, termasuk sis Nia Ulya, menghadiri brunch tersebut. 

Selepas menikmati menu-menu yang disediakan, sis Nia membuka rapat dengan memaparkan rencana kegiatan-kegiatan IQRO selama bulan Ramadhan 2024. Karima (Kajian Ramadhan Muslimah) in syaa Allah akan diadakan setiap hari Senin dan Rabu, dan berlangsung secara offline apabila ustadz pemateri kajian tidak terkendala datang ke Sydney. Seperti halnya di tahun-tahun sebelum pandemik covid-19, di bulan Ramadhan tahun 2022 ini IQRO in syaa Allah akan mengadakan ifthar jama’i di hari Sabtu dan ifthar youth di hari Jum’at, yang dimulai sejak minggu kedua bulan Ramadhan. Di sepanjang 10 malam terakhir Ramadhan, in syaa Allah akan diadakan mabit di masjid IQRO. Partisipasi semua pengurus SH dan bantuan donasi makanan dari ummahat IQRO sangat diharapkan untuk kelancaran kegiatan-kegiatan ifthar dan mabit tersebut.

Tak terasa hampir 3 jam brunch berlalu dengan obrolan santai diselingi gelak tawa. Menjelang pukul 2pm, acara ditutup dengan foto bersama pengurus. 

Selamat bertugas Sisterhood IQRO 2022-2024. Barakallahu fiikunna. []

HIJRAH MENUJU PERADABAN MULIA

Oleh: Ustadz Dr, Agus Setiawan, Lc., MA*)

Sungguh tepat para sahabat (ra) memilih peristiwa pindahnya Rasulullah (Saw) dari Mekkah ke Madinah (hijrah) sebagai sistem penanggalan Islam. Karena peristiwa hijrah adalah awal momentum kebangkitan ummat menuju peradaban mulia. Kalau kita kaji, maka esensi hijrah itu adalah perubahan; yakni berubah dari situasi yang tidak baik atau kurang baik, menuju situasi yang baik atau lebih baik. Yang tak kalah penting adalah: bahwa perubahan itu ditandai dengan pergerakan (action).

Sudah menjadi sunnatullah bahwa alam semestea ini memiliki pergerakan. Air yang tergenang pun akan menjadi sumber penyakit jika tidak mengalir. Begitu juga hijrah para Nabi (alaihimus salam) yang mengokohkan hukum alam, bahwa dengan pergerakan dan perubahan itu akhirnya kelestarian perjuangan dan kemenangan akan terwujud.

Merubah Yatsrib Kepada Madinah

Sebelum Nabi (Saw) hijrah, kota yang dituju itu dikenal dengan nama Yatsrib. Ketika Rasulullah (Saw) tiba di kota itu, beliau mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah. Secara bahasa, Madinah artinya adalah kota. Tapi dari akar kata itu juga lahir kata tamaddun, yang artinya adalah peradaban.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebuah kota mestinya menjadi tempat orang-orang yang beradab. Dari mulai hati, pemikiran, akhlak dan karya-karya manusia di dalamnya, mestilah menujukan peradaban yang tinggi.

Membangun Masjid

Selain mengubah Yatsrib menjadi Madinah, maka hal lain yang Rasulullah (Saw) lakukan adalah membangun masjid. Pembangunan masjid ini merupakan pertanda bahwa peradaban Islam tidak lepas dari ruku’ dan sujud ummat Islam kepada Allah azza wa jalla. Tentu ruku’ dan sujud yang dimaksudkan di sini adalah ketaatan penuh kepada Allah Ta’ala. 

Dengan pembangunan masjid ini pula Nabi Muhammad (Saw) ingin menyampaikan pesan, bahwa mewujudkan peradaban Islam itu bagi Muslim adalah tonggak ubudiyah bentuk pengabdian dan penghambaan diri kepada Sang Pencipta, Allah SWT. Dibangunnya masjid sejak awal perjalanan dalam membangun peradaban menunjukan bahwa peradaban dalam Islam tidak ditandai oleh gedung-gedung pencakar langit. Tidak pula oleh jumlah uang di pusat bisnis dan perbankan. Tetapi peradaban Islam tidak bisa terlepas dari hubungan nilai-nilai ketuhanan.

Peradaban inilah yang didambakan oleh semua manusia yang normal. Manusia menginginkan kebahagiaan (sa’adah) dan bukan sekedar kesenangan (mataa’). Nilai-nilai ketuhanan itulah yang akan membawa kesenangan kepada kebahagiaan. Tanpa nilai samawi, maka kesenangan akan hampa dan jauh dari kebahagiaan.

Kemandirian Ekonomi Ummat

Pada tahun kedua setelah hijrahnya Rasulullah (Saw), turunlah perintah berzakat. Dalam menyikapi perintah zakat ini, Rasulullah (Saw) tidak saja memahaminya sekedar perintah mengeluarkan harta. Tetapi dipahami dengan visi yang lebih besar, yaitu membangun kekuatan ekonomi bagi ummat.

Untuk merealisasikan hal tersebut, maka Nabi (Saw) melakukan beberapa hal, antara lain:

  1. Mengajak para Sahabat untuk membeli sebuah sumur.

    Perlu diketahui bahwa pada saat Nabi (Saw) hijrah, di Madinah saat itu hanya ada satu sumur. Dan sumur itu milik orang Yahudi. Sumur saat itu sangat vital dalam kemandirian masyarakat muslim. Atas anjuran Rasulullah (Saw), sumur tersebut dibeli oleh sahabat Utsman bin Affan (ra)

  2. Menguasai pasar.

    Saat itu orang-orang Yahudi memiliki kelebihan dalam bisnis dan keuangan. Maka Nabi (Saw) memotivasi para sahabat yang sekiranya memiliki modal dan kemampuan bisnis untuk menguasai pasar. Penjelasan tentang urgensi agar ummat memiliki pasar sebagai pusat penguatan perekonomian ummat ini disambut baik oleh Abdurrahman bin Auf dan lainnya.

Dengan demikian, memperingati tahun baru hijrah seharusnya menyadarkan kita akan tanggung jawab bersama (mas-uliyah jama’iyyah) untuk membangun kembali peradaban mulia yang pernah diletakan pondasi-pondasinya oleh para pendahulu kita.

Wallahu A’lam

IMG-20210418-WA0020.jpg
 

Dr. H. Agus Setiawan, Lc. MA



AGAR TIDAK MENYESAL SETELAH RAMADHAN (Bagian-2)

In syaa Allah kita lanjutkan pembahasan tentang apa dan siapa saja orang yang merugi di bulan Ramadhan, seperti yang telah diuraikan di bagian-1 sebelumnya.


Ketiga: Orang yang Tidak Menghayati Ibadah yang dijalaninya

Orang yang berpuasa hanya menahan lapar dan dahaga. Padahal semestinya ada tiga esensi puasa, yaitu: 

  1. mampu mengendalikan jiwa,

  2. mengisi waktu dengan mengingat Allah Ta’ala

  3. mengasah kepekaan dan kepedulian sosial


Karena itulah Rasulullah Saw bersabda:


‎رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ


“Betapa banyak orang yang hanya dapati dari puasa rasa lapar dan dahaga saja. Dan betapa banyak orang yang shalat malam hanya mendapatkan rasa capek saja.” (HR. Ahmad, 2:373 dan Ibnu Majah, no. 1690 dari Sahabat Abu Hurairah ra)


Keempat: Serius dan Bersungguh-Sungguh

Derajat takwa yang menjadi tujuan berpuasa tidaklah diraih begitu saja tanpa usaha dan kesungguhan. Bukan jaminan juga semua yang melalui bulan Ramadhan layak meraih predikat itu. Karenanya, Allah menggunakan ‘la’alla’ (لعلكم) yang bermakna seseorang bisa mencapai kemuliaan takwa dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.


Rasulullah Saw telah memberi teladan kepada kita. Diriwayatkan bahwa:


‎كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ. 


“Rasulullah Saw sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)


Sufyan Ats Tsauri mengatakan: “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan Ats-Tsauri pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu. (Latho-if Al Ma’arif, hal. 331)


Kelima: Selalu Berharap Amalnya diterima oleh Allah Azza Wa Jalla

Orang yang tidak akan menyesal setelah Ramadhan adalah mereka yang tidak tertipu dengan amal mereka sendiri; namun mereka berharap dan berdoa semoga Allah Ta’ala menerimanya.

Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih aku khawatirkan daripada banyak beramal.” Adapun Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”


Wallahu A’lam

*) Tentang Penulis

Ustadz Dr. Agus Setiawan, Lc., MA 

IMG-20210418-WA0020.jpg
 

MENU RAMADHAN: PASTA TUNA PEDAS

 
Tuna Pasta Pedas.jpg
 
 

Menyambut Ramadhan, biasanya jadwal harian sedikit berubah mengiringi aktivitas yang bertambah. Dalam keseharian semasa Ramadhan, mayoritas Ibu-Ibu lebih menyukai menu hidangan yang praktis dimasak untuk dihidangkan bagi keluarga di waktu sahur dan berbuka. Salah satu menu yang bisa dijadikan pilihan adalah pasta tuna. 

Bagi keluarga Indonesia yang terbiasa dengan cita rasa Asia yang gurih dan pedas, perlu trik tersendiri untuk memasak pasta dengan rasa yang lebih familiar di lidah kita, namun tetap bebas dari rasa amis dikarenakan berbahan dasar tuna. Alhamdulillah, sis Tenny dengan senang hati berbagi resep “Pasta Tuna Pedas” berikut ini, sebagai alternatif menu keluarga yang praktis dimasak di bulan Ramadhan.  

Bahan:

  • 250 gr pasta (opsi lain pilihan: angel hair, spaghetti, thin spaghetti, macaroni, dsb).

Rebus sesuai petunjuk pada kemasan (tambahkan 1 sdm garam + 2 sdm minyak goreng dalam air rebusan). Jika sudah matang, angkat dan tiriskan, kemudian sisihkan. 

  • 1 kaleng tuna (sekitar 400 gr), tiriskan.

  • 5-7 siung bawang putih, geprek dan cincang halus.

  • Optional: 1 buah bawang Bombay ukuran kecil, iris halus.

  • 1 sdt garam.

  • 1 sdt lada.

  • 5 buah cabe rawit kering (atau sesuai selera), iris halus.

  • 1 batang daun bawang, iris tipis serong.

  • 1 buah tomat, iris kotak-kotak kecil.

  • 1 buah jeruk lemon, peras, ambil airnya.

  • 2 sdm minyak goreng untuk menumis.

  • 2-3 sdm olive oil infused lemon (jika ada)

  • 1 sdt cabe kering



Cara Membuat:

  1. Tumis bawang putih dan bawang Bombay hingga harum, aduk rata jangan sampai hangus.

  2. Masukkan cabe rawit, garam, lada dan daun bawang, aduk rata.

  3. Masukkan tuna, aduk rata hingga tuna agak kering.

  4. Kemudian masukkan pasta yang telah dimasak (direbus) sebelumnya, air jeruk lemon dan olive oil, aduk rata.

  5. Test rasa, tambahkan garam dan lada bila perlu.

  6. Terakhir masukkan tomat dan cabe kering, aduk rata. Biarkan 5 menit sambil terus diaduk.

  7. Angkat dan siap disajikan untuk menu Ramadhan keluarga.


Selamat memasak!


Catatan: Bagi yang sedang diet rendah kalori, pasta bisa diganti dengan mie konjac (tersedia di toko bahan makanan untuk kesehatan).


IMG-20190913-WA0022.jpg
 
 

*) Tentang Penulis

 A full-time housewife with passion to cook, to try some new recipes and to share a little happiness with others with her cooking. Please contact her via IG: tenny2905, or FB: Tenny Sulystyorini Sutrisno and Pawon Marchia. 

Workshop "Cara Praktis Bikin Flyer dengan Canva"

Oleh Sisterhood iQro

FB_IMG_1606041175525.jpg

Memahami keinginan ummahat untuk belajar sendiri membuat flyer, team Media Sisterhood iQro berinisiatif mengadakan workshop gratis "Cara Praktis Bikin Flyer dengan Canva" bersama sis Irma Februantini, koordinator divisi Media Sisterhood iQro, sebagai narasumber.

Berlangsung pada pukul 5-6pm pada hari Sabtu, 14 November 2020, acara yang diadakan secara online melalui Zoom ini menarik animo sekitar 16 orang peserta.

Diawali dengan sambutan dari sis Nia Ulya sebagai Ketua Sisterhood iQro, dan dipandu oleh duet sis Irma sebagai narasumber dan sis Anggra sebagai co-host, acara ini berlangsung lancar, serius, namun dalam format santai. Dengan tekun para peserta mengikuti penjelasan sis Irma di sesi awal tentang things behind a flyer, termasuk dalam hal ini adalah tentang pemilihan font dan kesannya, psikologis warna, komposisi, simetri, dan sebagainya.

FB_IMG_1606041182375.jpg

Uraian sis Irma kemudian berlanjut tentang step-by-step cara membuat flyer, baik melalui laptop/desktop maupun mobile phone. Sis Irma pun dengan senang hati berbagi tips mendesain flyer, termasuk resources penunjangnya, seperti file foto-foto yang bisa didownload secara gratis, dan lain sebagainya.

Tak hanya menyimak, para peserta pun aktif dan antusias bertanya, termasuk meminta masukan dan saran sis Irma tentang flyer yang dibuat.

Di akhir acara, peserta diajak untuk men-desain flyer sendiri, dengan batas waktu pengumpulan hingga hari Senin, 16 November 2020.

Semua flyer karya dari peserta tersebut in syaa Allah akan ditampilkan oleh team Media kepada ummahat iQro melalui WhatsApp group untuk dilakukan voting. Dua karya yang berhasil mengumpulkan "Like" terbanyak dari para voter akan mendapatkan voucher belanja iQro Mart senilai masing-masing $10. Selain itu, panitia juga akan memilih secara acak satu orang dari voter untuk juga mendapatkan voucher belanja iQro Mart senilai $10. Waah..

Nantikan kabar selanjutnya dari Sisterhood iQro tentang siapa pemenang-pemenangnya.

***

Ditulis oleh: Sister Meilina Widyawati

Liputan Lawatan Humas Sisterhood Iqro di Acara Seminar Hukum Sesi 2 di KJRI Sydney 29.8.2020

Oleh : Lisa Utami


FB_IMG_1601376201894.jpg

Pada hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2020 lalu Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Sydney mengundang dua puluh orang perwakilan komunitas Indonesia untuk menghadiri acara "Seminar Penyuluhan Hukum" sesi kedua program Beta Siaga, yang mengangkat isu tentang kekerasan dalam rumah tangga. Ibu Nurhasrat Thamrin dan ibu Lisa Utami hadir sebagai perwakilan dari komunitas sisterhood Iqro Foundation.

FB_IMG_1601376194437.jpg

Acara dimulai dengan sambutan oleh bapak Heru Subolo, konsulat jenderal Republik Indonesia. Dalam sambutan tersebut beliau sangat prihatin dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang jumlahnya sangat besar. Bahkan kecenderungan datanya terus meningkat setelah pandemi covid-19. Menyikapi permasalahan tersebut, KJRI Sydney ingin membantu masyarakat Indonesia di Sydney melalui program Beta Siaga ini. 

Bertindak selama pembicara utama yakni ibu Amy Dewayani dari "Caring is Culture" yang berada di Queensland Australia. Dalam paparannya, ibu Amy Dewayani mempresentasikan bahwa permasalahan kekerasan dalam rumah tangga merupakan isu yang sangat krusial. Dari data kasus yang ia dapatkan menunjukkan jumlahnya sangat besar, dan cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Data di Australia menunjukkan bahwa 1 dari 6 wanita dan 1 dari 16 laki-laki mengalami kasus kekerasan fisik; serta 1 dari 5 wanita dan 1 dari 20 laki-laki mengalami kekerasan seksual. Dalam sepekan 1 wanita terbunuh, dan dalam sebulan 1 laki-laki terbunuh akibat kekerasan dalam rumah tangga. Beliau juga menunjukkan contoh-contoh kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat melalui video. 


FB_IMG_1601376207073.jpg

Ibu Amy menyampaikan pentingnya tiga langkah dalam merespon kejadian kekerasan dalam rumah tangga, yakni dengan 3 R, yaitu Refine, Respond dan Refer. Setelah sesi presentasi dari ibu Amy Dewayani, berikutnya adalah sesi tanya jawab.


IMG-20200929-WA0017.jpg

Keseluruhan acara ini dipandu oleh ibu Dewi Purnamasari sebagai MC. Di awal dan di akhir acara, diadakan kuis berhadiah dengan pertanyaan yang berkaitan dengan isi seminar. Acara hari itu berlangsung dengan lancar dan sangat interaktif. Di akhir acara, hadirin berfoto yang dilanjut dengan makan siang bersama.

MENIKMATI RAMADHAN DI TENGAH PANDEMI DENGAN PENUH KESADARAN (MINDFUL)

Pada tahun ini, umat manusia sedang dihadapkan pada tantangan global dikarenakan pemerintah di seluruh dunia menyelenggarakan aturan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran virus yang dinamakan COVID-19. Jika pada bulan Ramadhan yang ‘normal’ umat Muslim dapat menyelenggarakan tarawih dan buka puasa bersama dalam kelompok yang besar, maka hal ini menjadi tidak lagi bisa dilakukan pada masa pandemi saat ini. Perubahan situasi ini sangat mungkin mempengaruhi semangat ataupun penghayatan kita terhadap bulan suci ini.

Read more

ES BUAH A LA MOMYCHAA

Assalamu ’alaikum, Sisters...

Maa syaa Allah, beberapa waktu lalu suhu udara Sydney dan sekitarnya tembus 47 o C! Bagaimana kabarnya teman-teman di Sydney West? Mudah- mudahan semua tetap sehat.

Untuk semua korban bencana bushfires beberapa waktu lalu, semoga Allah SWT memberi kekuatan dan kesabaran menghadapi cobaan-Nya, dan menurunkan hujan yang lebat dan bermanfaat. Aamiin.

Walaupun suhu udara di luar panas, namun di dalam rumah sebisa mungkin kita usahakan tetap sejuk ya Mom. Banyak minum air putih dan bikin minuman segar. Tapi jangan pakai pengawet atau pemanis buatan agar aman dan sehat bagi keluarga.

Es buah berikut ini segar sekali rasanya, cocok diminum saat panas. Cara membuatnya pun mudah.

Es Buah Icha_1.jpeg

Bahan: 

  • ½ pepaya mengkal 

  • ½ buah melon 

  • ½ nanas

  • ¼ semangka 

  • 1.5 liter air 

  • 10 sdm gula pasir 

  • 3 sdm air perasan jeruk nipis 

  • 1 buah kayu manis kecil 

  • 1 sdt kapur sirih.

Cara Membuat:

  1. Potong-potong buah sesuai selera. Boleh bentuk kotak-kotak atau bulat-bulat.

  2. Khusus untuk pepaya:  Rendam pepaya yang sudah dipotong-potong ke dalam air yang telah dicampur dengan 1 sdt kapur sirih selama 30 menit, supaya pepaya tidak menjadi lunak.  Lalu cuci dan tiriskan.

  3. Rebus air dalam panci dengan gula dan kayu manis hingga mendidih.

  4. Tambahkan perasan air jeruk nipis.

  5. Setelah agak dingin, masukkan semua buah potong.

  6. Koreksi rasa.

  7. Sajikan dengan es batu.

Mudah bukan? Selamat mencoba. ***

Icha.jpeg


*)Tentang Penulis Ibu muda dua putri ini dikenal dengan nama Momychaa. Beliau adalah penggiat kuliner dan penulis buku best seller “Cooking with Love” (penerbit Gramedia Pustaka Utama). Beliau juga membuka catering rumahan dan rajin memposting resep-resep masakannya di akun I/G @icha.irawan, yang memiliki 160.000 followers.

BERKOMUNIKASI DAN BERINTERAKSI DENGAN ANAK

Seperti juga kita, sejatinya anak-anak kita adalah mahluk sosial, yang butuh berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Tetiba teringat dosen psikologi anak jaman masih kuliah dulu. Beliau bilang, jika anak- anak tidak mendapatkan perhatian dari kita sebagai orang tua atau guru dengan cara yang positif, maka mereka akan berusaha mendapatkannya dengan cara yang negatif.

Read more